PENDIDIKAN
ANAK BERBAKAT
A. Pengertian
Coleman
berpendapat bahwa anak berbakat adalah mereka yang tingkat intelegensinya jauh
diatas rata-rata anggota kelompoknya, yaitu IQ = 120 keatas. Torrance mengemukakan bahwa apabila
keberbakatan semata-mata diidentifikasi berdasarkan taraf intelegensi, maka
sekitar 70% anak-anak yang tinggi kreativitasnya tidak akan termasuk kedalam
kelompok mereka yang disebut anak berbakat. S.C.U. Munandar mengemukakan bahwa anak berbakat itu lebih mengacu
kepada anak yang menunjukan kemampuan unjuk kerja yang tinggi di dalam aspek
intelektual, kreativitas, seni, kepemimpinan, atau bidang akademik tertentu. Marland mengemukakan bahwa anak
berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan tinggi dalam aspek intelektual
umum, bakat akademik khusus, kreativitas atau berfikir produktif,
kepemimipinan, dan seni pentas atau seni rupa. Renzulli mengemukakan bahwa ada tiga dimensi yang menandai
keberbakatan yaitu : kecerdasan (kemampuan umum yang biasanya diukur dengan tes
intelegensi) diatas rata-rata, kreativitas (kemampuan memberikan
gagasan-gagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah), dan komitmen
terhadap tugas, tanggung jawab, semangat, atau motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan
suatu tugas.
B. Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Keberbakatan
Keberbakatan
anak dalam proses perkembangannya memerlukan sentuhan dari lingkungan berupa
perawatan, pengasuhan, dan pendidikan. Lingkungan merupakan faktor yang
mempengaruhi perkembangan keberbakatan anak. Melalui lingkungan, anak
memperoleh apa yang dibutuhkannya, termasuk peluang-peluang yang mendukung
teraktualisasikan potensi yang dimilikinya. Faktor lingkungan itu diantaranya
menyangkut aspek nutrisi (gizi) yang dikonsumsi anak dan kenyamanan hidupnya,
yang dimulai dari rahim atau kandungan ibu. Aspek lingkungan juga mempengaruhi
perkembangan keberbakatan diantaranya aspek yang bersifat fisik dan kondisi
lingkungan yang bersifat psikologis.
Conny
Semiawan, dkk. mengemukakan bahwa aspek psikologis itu menyangkut keamanan dan
kebebasan. Pertama, anak akan merasa
aman secara psikologis apabila :
1.
Pendidikan dapat menerimanya sebagaimana
adanya, tanpa syarat, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, serta memberi
kepercayaan padanya bahwa pada dasarnya ia baik dan mampu.
2.
Pendidik mengusahakan suasana dimana
anak tidak merasa “dinilai” oleh orang lain.
3.
Pendidik memberikan pengertian dalam
arti dapat memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak, dapat menempatkan
diri dalam situasi anak dan melihat dari sudut pandang anak.
Kedua,
anak akan merasakan kebebasan psikologis, apabila orang tua dan guru memberi
kesempatan padanya untuk mengungkapkan pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaannya.
C. Tujuan Pendidikan Anak Berbakat
Pendidikan anak
berbakat bertujuan agar :
1)
Anak menguasai sistem konseptual dalam
berbagai mata pelajaran.
2)
Anak mampu mengembangkan keterampilan
dan strategi yang memungkinkan mereka menjadi lebih mandiri, kreatif, dan
memenuhi kebutuhannya sendiri.
3)
Anak harus mengembangkan suatu
kesenangan dan gairah belajar yang akan membawa mereka kepada kerja keras.
Menurut Depdiknas
tujuan pendidikan bagi anak berbakat adalah sebagai berikut :
1)
Tujuan Umum
a) Memenuhi
kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik spesifik dari segi
perkembangan kognitif dan afektifnya.
b) Memenuhi
hak asasi peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan bagi dirinya
sendiri.
c) Memenuhi
minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik.
d) Memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri peserta didik.
e) Menimbang
peran peserta didik sebagai aset masyarakat dan kebutuhan masyarakat untuk
pengisian peran.
f) Menyiapkan
peserta didik sebagai pemimpin masa depan.
2)
Tujuan Khusus
a) Memberikan
penghargaan untuk dapat menyelesaikan program pendidikan secara cepat sesuai
dengan potensinya.
b) Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran peserta didik.
c) Mencegah
rasa bosan terhadap iklim yang jelas kurang mendukung berkembangnya potensi
keunggulan peserta didik secara optimal.
d) Memacu
siswa untuk meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosionalnya
secara seimbang.
D. Model Pendidikan Anak Berbakat
Pendidikan bagi anak
berbakat dapat dilaksanakan dengan berbagai model, yaitu :
1. Model akselerasi atau percepatan
Model
akselerasi dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk, yaitu : memasuki Sekolah
Dasar pada usia dini, loncat sekolah, pelayanan individual, dan mengikuti
proses pembelajaran di kelas yang lebih tinggi. Melalui model ini, para siswa
memiliki peluang untuk dapat menyelesaikan pendidikannya dalam waktu lebih
singkat.
2. Model pengayaan
Untuk
melayani para siswa yang memiliki kemampuan unggul, dapat dilakukan program
pengayaan, yaitu memberikan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan bidang
studi yang diterimanya. Tugas-tugas tambahan itu, seperti membaca buku-buku
yang isinya relevan dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari, dan
mengerjakan soal-soal tambahan. Model pengayaan ini dapat memenuhi harapan atau
kebutuhan siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektualnya, dengan tidak
memisahkan mereka dari teman-teman sekelasnya.
3. Model pengelompokan berdasarkan
kemampuan
Melalui
model ini, para siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan. Para siswa yang
diidentifikasi berbakat dari semua tingkatan kelas yang sama di satu sekolah
dikelompokan dalam satu kelas. Kelompok tersebut terdiri atas lima atau delapan
siswa. Jika lebih dari delapan anak, sebaiknya mereka dikelompokkan menjadi dua
kelompok. Setiap kelompok siswa dibimbing oleh seorang guru yang memiliki
kemampuan atau keterampilan khusus untuk mengajar atau membimbing para siswa
yang berkemampuan luar biasa. Pada umumnya, satu kelompok siswa berbakat ini
belajar bersama-sama dengan siswa-siswa lain yang beragam kemampuannya, tetapi
dalam bidang keluarbiasaannya, mereka belajar secara terpisah.
E. Problema Anak Berbakat
Terkait
dengan masalah anak berbakat, Ohio’s
State Board of Education telah melakukan penelitian, yang hasilnya
menunjukkan bahwa :
1)
Banyak anak berbakat mengalami “drop
out” dari sekolah, karena tidak memperoleh layanan akademik atau pembelajaran
yang dibutuhkan.
2)
Anak berbakat yang tidak mendapatkan
tantangan, atau stimulasi yang dapat mengembangkan potensinya, cenderung kurang
siap menerima tantangan, tugas-tugas di sekolah yang lebih tinggi.
3)
85% anak berbakat mengalami
“underachiever”, karena mereka tidak memperoleh layanan pendidikan yang
diharapkan.
4)
Mereka sering mengalami rasa bosan,
kurang bersemangat, frustasi, rasa marah, dan merasa kurang berharga.
PENDIDIKAN WANITA
A.
Definisi
Pendidikan
wanita merupakan suatu keharusan dan kebutuhan demi keberhasilan pembangunan
secara menyeluruh. Wanita sebagai tiang negara memerlukan pendidikan yang
memadai agar dapat berkiprah dalam masyarakat, dapat melaksanakan tugasnya
dalam mengelola keluarga dan rumah tangganya, dapat mengenal kemampuan dirinya,
memahami permasalahan yang dihadapi dan dapat mencari solusi pemecahannya.
B.
Hubungan antara Tingkat Pendidikan yang Dicapai dengan
Peran Wanita
Dengan
meningkatnya pendidikan wanita akan memfasilitasinya untuk menyesuaikan diri
kepada pola keluarga yang berubah. Secara khusus dapat dikatakan bahwa
perubahan tingkat pendidikan akan :
1)
Memperkuat keterlibatan
wanita dalam pengambilan keputusan keluarga, memampukan mereka dalam
berpartisipasi lebih luas dalam berbagai tipe keputusan.
2)
Memberikan pilihan yang
lebih luas kepada wanita baik didalam memilih pasangan maupun didalam
menentukan langkah dan waktu pernikahannya.
3)
Memungkinkan wanita untuk
memadukan peran mereka dalam perkawinan sebagai istri dan ibu dan perannya
diluar keluarganya.
Pertama-tama
yang perlu diperhatikan ialah bahwa perolehan pendidikan akan berpengaruh
terhadap perubahan-perubahan sikap dan persepsi individu dan kerangka normatif
dimana dia berada. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan akan memperluas
perspektif wanita dalam kehidupan dan perannya serta memampukan mereka untuk
mempertanyakan kebiasaan tradisional. Pendidikan akan dapat pula merangsang
rasa percaya diri wanita dan penguasaan terhadap lingkungannya serta akan
membuatnya tidak pasif lagi dalam menentukan pasangan hidupnya atau dalam
menentukan aspek-aspek lain dalam kehidupan dimasa datang. Makin tinggi status
pendidikan seseorang dapat menyebabkan ketenangan dari batasan-batasan
tradisional terhadap peran dan kegiatan wanita.
Seorang
wanita itu makin tinggi pendidikannya, makin tinggi status sosialnya, mempunyai
hubungan sosial yang baik, makin tinggi prestise pekerjaannya, akan makin
luas/tinggi kesempatannya untuk mendapat penghargaan dalam diskusi dan kegiatan
keluarga. Teori ini kadang-kadang menimbulkan keraguan: apakah yang menentukan
besarnya keterlibatan wanita dalam pengambilan keputusan, itu pembagian yang
sama antara suami dan istri atau kemampuan istri untuk mengendalikan karena
memiliki keunggulan?
C.
Kurikulum Pendidikan Wanita
Pendidikan
yang dilakukan orang tua didasarkan atas pengalaman dan pengetahuan mereka
dengan mengarah pada tujuan yang jelas tetapi tidak tertulis. Hampir setiap
orang tua mempunyai unwritten curriculum yang
menjadi acuan dalam mendidik anaknya. Orang tua yang taat beribadah dan
sungguh-sungguh menjalankan agamanya akan berusaha agar anaknya menjadi orang
yang sholeh. Dari pada itu anak dibimbingnya untuk menjadi orang yang berilmu.
Anak yang sudah menjadi orang yang sholeh dan berilmu, diharapkan pula untuk
menjadi manusia yang berguna untuk agama, bangsa, dan negaranya. Anak itu harus
sehat. Orang tua dituntut untuk memperhatikan lingkungan yang sehat dan makanan
yang bergizi, sehingga akan tercapailah sosok manusia sholeh, berilmu dan
sehat. Kurikulum suatu keluarga dapat berbeda dengan kurikulum keluarga
lainnya, sesuai dengan latar belakang, pengetahuan dan pengalaman suami dan
istri keluarga itu. Seorang siswa berbeda pula dari siswa lainnya.
Langkah-langkah
yang dikemukakan ditujukan untuk merancang pendidikan wanita, sebagai berikut :
1)
Mengadakan diagnosa
kebutuhan siswa/wanita
Kegiatan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi yang bertalian dengan perbedaan bakat, minat dan kemampuan wanita.
Hal ini sangat erat hubungannya dengan penyelesaian tugas-tugas akademik dan
tugas-tugas lain yang merupakan dukungan terhadap proses pembelajaran. Terdapat
beberapa teknik diagnostik yang potensial untuk menghimpun data tentang siswa.
Informasi yang telah diperoleh harus diorganisir secara sistematis agar
memudahkan penggunaannya dalam merancang kegiatan instruksional.
2)
Memilih dan menentukan
isi pembelajaran
Cakupan isi pembelajaran yang akan disampaikan bagi
wanita cukup luas. Karena itu isi yang akan disampaikan hendaknya dengan cermat
disesuaikan dengan kebutuhan sasaran. Dengan mengacu kepada program utama
nasional maka materi pendidikan wanita dapat membahas pokok-pokok bahasan
sebagai berikut :
a)
Pendidikan
b)
Kesehatan
c)
Pangan dan gizi
d)
Perumahan dan pemukiman
e)
Lingkungan hidup
f)
Ekonomi
g)
Hukum
h)
Keluarga berencana
i)
Pengembangan sumber daya
manusia
j)
Masalah sosial
3)
Menentukan metode
pembelajaran
Untuk menyampaikan materi yang telah ditentukan dan
agar materi itu dapat diterima dan dipahami serta dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dengan setiap
materi. Adapun metodenya adalah sebagai berikut :
a)
Ceramah
b)
Tanya jawab
c)
Diskusi
d)
Kerja kelompok
e)
Pemberian tugas
f)
Demonstrasi
g)
Eksperimen
h)
Simulasi
i)
Inkuiri
j)
Pembelajaran terpadu
Metode pembelajaran itu bisa digunakan secara tunggal,
bisa pula digunakan dengan menggabungkan dua atau tiga metode dalam satu kali tatap
muka, bergantung pada materi yang akan disampaikan.
4)
Merumuskan unit-unit dan
merencanakan pembelajaran
Materi yang sudah dirancang pada langkah kedua dapat
dijabarkan dalam unit-unit untuk dilaksanakan dalam suatu periode pembelajaran
sesuai dengan rencana pembelajaran dan waktu yang tersedia serta tujuan yang
akan dicapai.
5)
Memotivasi siswa dan
mengimplikasikan program
Untuk keberhasilan proses pembelajaran guru memotivasi
siswa untuk membangkitkan minat siswa terhadap pembelajaran untuk dapat memahai
materi, dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam aktivitas
guru mengambil keputusan yang sangat penting yaitu menetapkan kesinambungan
antara satu bagian dengan bagian lainnya dalam keseluruhan proses pembelajaran.
6)
Melakukan pengukuran dan
evaluasi prestasi siswa serta keseluruhan program
Belajar dilakukan bertahap dan diharapkan pada akhir
program siswa memahami materi yang disampaikan. Dengan melakukan pengukuran dan
evaluasi, dapat diketahui tingkat kompetensi yang telah dimiliki siswa.
PENDIDIKAN UMUM
A.
Pengertian Pendidikan Umum
Beberapa pengertian
tentang Pendidikan Umum:
1.
Pendidikan yang berkenaan dengan
perkembangan keseluruhan kepribadian seseorang dalam kaitannya dengan masyarakat
dan lingkungan hidupnya.
2.
Program pendidikan yang membina dan
mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa dan mahasiswa.
3.
Program pendidikan bagi semua orang dan
menitikberatkan kepada internalisasi nilai pada diri seseorang agar memiliki
rasa tanggung jawab terdahap diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan warga dunia
agar senantiasa berpikir kritis; konstruktif; ilmiah; menghormati gagasan orang
lain; emosi stabil , dengan dilandasi prinsip-prinsip etika dan moral.
(Sudirman)
4.
Dalam SK Mendiknas No.008-E/U/1975
disebutkan bahwa Pendidikan Umum ialah pendidikan yang bersifat umum, yang
wajib diikuti oleh semua siswa dan mencakup program Pendidikan Moral Pancasila
yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik.
Dari beberapa pengertian tentang pendidikan umum di atas, ditarik
kesimpulan bahwa Pendidikan Umum merupakan program pendidikan yang
mengembangkan keseluruhan kepribadian siswa dan mahasiswa agar setiap dalam
berpikir ilmiah dan mengelola emosi dilandasi etika dan moral yang berfungsi
membina siswa dan mahasiswa menjadi warga Negara yang baik.
B.
Latar Belakang Pendidikan Umum
Pendidikan umum muncul sebagai reaksi terhadap kecenderungan masyarakat
modern yang mendewakan produk teknologi dan cenderung mengabaikan nilai-nilai
kemanusiaan sebagai akibat dari produk sistem pendidikan modern yang sekular,
yaitu pendidikan yang mementingkan pengembangan spesialisasi, sementara
pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal nyaris terabaikan.
Laporan lima puluh tahunan dari Nation Society for the study of education tahun
1958, program studi general education di Amerika, dilatarbelakangi oleh empat
hal, yaitu :
1.
Sebagai reaksi masyarakat terhadap
spesialisasi keilmuan yang berlebihan, dimana para spesialis telah mendewakan
hasil-hasil temuannya yang menakjubkan, sementara mereka lupa pada nilai-nilai
esensial kemanusiaannya.
2.
Sebagai reaksi terhadap kepincangan
penguasaan minat-minat khusus dengan perolehan peradaban yang lebih luas.
3.
Sebagai reaksi terhadap
pengkotak-kotakan kurikulum dan pecahnya pengalaman belajar siswa.
4.
Sebagai reaksi terhadap formalism dalam
pendidikan liberal
Abad 20 di Amerika dan Eropa, hasil analisis mereka menyimpulkan bahwa sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis dan teknokrat yang handal tapi tidak melahirkan para lulusan yang memiliki integritas kepribadian yang matang.
Abad 20 di Amerika dan Eropa, hasil analisis mereka menyimpulkan bahwa sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis dan teknokrat yang handal tapi tidak melahirkan para lulusan yang memiliki integritas kepribadian yang matang.
C.
Tujuan Pendidikan Umum
Arah atau tujuan program Pendidikan Umum ialah menyiapkan latarbelakang
akademik atau prior-knowledge yang kaya mengenai kegiatan-kegiatan manusia dan
mengenai pengetahuan secara terorganisir. Untuk itu, sejumlah lembaga
pendidikan guru diarahkan kepada materi pelajaran yang terpadu, baik materi
pelajaran yang ada di Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial; Ilmu Pengetahuan Alam; Ilmu
Fisika; Sastra; Humaniora – maupun materi pelajaran yang ada di Fakultas Pendidikan
itu sendiri. Prinsip dasar program Pendidikan Umum ialah diarahkan kepada
penguasaan pengetahuan dan keahlian, meningkatkan rasa tanggung jawab sosial,
mengetahui beberapa wilayah pengetahuan lain, adanya relasi antara satu wilayah
pengetahuan dengan pengetahuan lainnya, dan yang penting ialah kualitas
pemahaman seseorang terhadap suatu wilayah pengetahuan atau adanya suatu
keterpaduan makna atau meaningful unity dalam struktur kurikulum. Menurut
Philip H. Phenix dalam bukunya yang berjudul Realms of Meaning, ruang lingkup
pendidikan umum hendaknya mencakup enam bidang makna, yaitu:
1.
Makna Symbolycs, yaitu kemampuan
berbahasa dan berhitung.
2.
Makna Empirics, yaitu kemampuan untuk
memaknai benda-benda.
3.
Makna Esthetics, yaitu kemampuan
memaknai keindahan seni dan fenomena alam.
4.
Makna Ethics, yaitu kemampuan memaknai
baik dan buruk.
5.
Makna synoetics, yaitu kemampuan
berpikir logis dan rasional sehingga dapat memaknai benar dan salah.
6.
Makna Synoptic, yaitu kemampuan untuk
beragama atau berfilsafat.
Paul Dressel dan Margareth F.Lorimer dalam Chester W. Harris (Encyclopedia
for Educational Research) menyatakan bahwa program pendidikan umum terdiri dari
:
1.
Communication: terdiri atas bahasa;
menulis, membaca, bercakap-cakap dan mendengar.
2.
Social science: terdiri atas; sosiologi,
ilmu politik, ekonomi,antrapologi, geografi , dan sejarah.
3.
Science and Mathematics: terdiri atas;
fisika, biologi, kimia dan matematika.
4.
Humanities terdiri atas; sejarah,
filsafat, agama, musik, melukis, tarian, arsitektur.
5.
Personal adjustment: terdiri atas;
sosiologi, phisiologi, psikologi dan filsafat.
Dengan demikian, ruang lingkup Konsep Pendidikan Umum ialah mencerminkan
tujuan pendidikan itu sendiri yang dijadikan landasan filosofis.
D.
Konsep Pendidikan Umum di Indonesia
Konsep pendidikan umum di Indonesia berangkat dari UU no 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional. Berdasarkan dari tujuan pendidikan
nasional, kurikulum pendidikan nasional Indonesia selalu memuat nilai-nilai
ketuhanan dan kemanusiaan secara terintegrasi. Untuk ditingkat perguruan tinggi
di sebut mata kuliah dasar umum (MKDU) yaitu sekelompok mata kuliah yang
memberikan landasan dalam pengembangan dunia spesialisnya masing-masing. MKDU
dirubah menjadi MPK dan MBB. Kedua kelompok bidang studi ini merupakan salah
satu bentuk pembelajaran mahasiswa perguruan tinggi Indonesia dalam pencapaian
tujuan utama pendidikan nasional, yaitu membentuk kepribadian utuh melalui
proses pembelajaran secara terintegrasi dengan menggunakan pendekatan multi
atau interdisipliner.
PENDIDIKAN KESEHATAN
A.
Pengertian Pendidikan Kesehatan
Menurut Budioro, pendidikan kesehatan adalah suatu
proses yang menjembatani kesenjangan antara informasi dan tingkah laku
kesehatan. Pendidikan kesehatan memotivasi seseorang untuk menerima informasi
kesehatan dan berbuat sesuai dengan informasi tersebut agar mereka menjadi
lebih tahu dan lebih sehat.
Sedangkan menurut Purwanto pendidikan kesehatan
merupakan proses belajar, dalam hal ini berarti terjadi proses perkembangan
atau perubahan kearah yang lebih tahu dan lebih baik pada diri individu. Pada
kelompok dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak
mampu mengatasi sendiri masalah-masalah kesehatan menjadi mampu.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan kesehatan adalah usaha atau kegiatan untuk membantu individu,
keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan
secara optimal.
B.
Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo, tujuan
pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan dan mencegah
timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada,
memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta membantu pasien dan
keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara umum tujuan dari pendidikan
kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan.
Tujuan ini dapat diperinci lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan
sebagai sesuatu yang bernilai dimasyarakat, menolong individu agar mampu secara
mandiri atau kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat,
mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan
yang ada.
Sedangkan menurut Machfoed, pendidikan kesehatan
merupakan proses perubahan, yang bertujuan untuk mengubah individu, kelompok
dan masyarakat menuju hal-hal yang positif secara terencana melalui proses
belajar. Perubahan tersebut mencakup antara lain pengetahuan, sikap dan
keterampilan melalui proses pendidikan kesehatan. Pada hakikatnya dapat berupa
emosi, pengetahuan, pikiran keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok
dan masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan aspek penting dalam meningkatkan
pengetahuan keluarga tentang garam beryodium dengan melakukan pendidikan
kesehatan berarti petugas kesehatan membantu keluarga dalam mengkonsumsi garam
yang beryodium untuk meningkatkan derajat kesehatan.
C.
Proses Pendidikan Kesehatan
Dalam proses pendidikan kesehatan terdapat tiga
persoalan pokok yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output). Masukan
(input) dalam pendidikan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu individu,
kelompok, dan masyarakat dengan berbagai latar belakangnya. Proses adalah
mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan dan perilaku pada diri
subjek belajar. Dalam proses pendidikan kesehatan terjadi timbal balik berbagai
faktor antara lain adalah pengajar, teknik belajar, dan materi atau bahan pelajaran.
Sedangkan keluaran merupakan kemampuan sebagai hasil perubahan yaitu perilaku
sehat dari sasaran didik melalui pendidikan kesehatan.
D.
Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut
Notoatmodjo, metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan
tujuan pendidikan kesehatan, kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar,
kemampuan individu, kelompok, masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan
pendidikan kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode pendidikan
kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan kelompok, dan
pendidikan massa. Metode yang sering digunakan dalam pendidikan kesehatan yaitu
bimbingan atau penyuluhan, wawancara, ceramah, seminar, simposium, diskusi
kelompok,curah gagas, forum panel, demonstrasi, simulasi, dan permainan peran.
E.
Sasaran Pendidikan Kesehatan
Sasaran pendidikan kesehatan adalah masyarakat atau
individu baik yang sehat maupun sakit. Sasaran pendidikan kesehatan tergantung
pada tingkat dan tujuan penyuluhan yang diberikan. Lingkungan pendidikan
kesehatan di masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai lembaga dan organisasi
masyarakat.
F.
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan
Perilaku
Menurut WHO, sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo,
bahwa pemberian pendidikan kesehatan adalah suatu upaya untuk menciptakan
perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan
berupaya agar masyarakat mengetahui atau menyadari bagaimana memelihara
kesehatan mereka. Lebih dari itu pendidikan pada akhirnya bukan hanya meningkatkan
pengetahuan pada masyarakat, namun yang lebih penting adalah mencapai perilaku
kesehatan. Berarti tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar
masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagi
masyarakat dapat berperilaku hidup sehat.
Menurut Sudibyo Supardi, bahwa penyuluhan kesehatan
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dibandingkan dengan yang tidak diberi
penyuluhan. Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan dapat meningkatkan
perilaku kesehatan. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan oleh Winarsih Nur
Ambarwati dan Retno Sintowati, menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku
ibu-ibu meningkat setelah diberikan pendidikan kesehatan.
PENDIDIKAN
SEKS
A. Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan seks bagi remaja adalah
membimbing dan mengasuh remaja agar memahami akan arti ,fungsi ,dan dan tujuan
seks sehingga ia dapat menyalurkan secara baik ,benar dan sah . Seks tidak
hanya terbatas dalam arti hubungan seksual dengan lawan jenis (heterosexual). Pada
pendidikan seks ada yang disebut : sex intruction yaitu
dijelaskan tentang repoduksi , proses berkembangbiakan melalui hubungan
kelamin. education in sexuality mencangkupi
etika , moral ekonomi , pengetahuan agar remaja memahami dirinya sendiri
sebagai individual seksual.
Pengertian seksual secara umum adalah
sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan
perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan. Karakter
seksual masing-masing jenis kelamin memiliki spesifikasi yang berbeda.
Berbagai perilaku seksual pada remaja
yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain
dikenal sebagai :
1) Masturbasi atau onani
yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam
rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali
menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.
2) Berpacaran dengan
berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai
pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan
untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
3) Berbagai kegiatan yang
mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak
berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan
dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
B. Tujuan Pendidikan Seks
Tujuan
utama pendidikan seks adalah melahirkan individual-individual yang dapat di
sesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya dan bertanggungjawab kepada
dirinya sendiri serta orang lain .Pendidikan seksual selain menerangkan tentang
aspek-aspek anatomis dan biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek
psikologis dan moral.
Pendidikan
seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia. Juga
nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan merupakan pendidikan
akhlak dan moral juga. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk
suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak
dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap
kehidupan seksualnya.
Hal
ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan
kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan
berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak
itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan
tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja.
C. Hal Penting dalam Menyampaikan
Pendidikan Seksual
Dalam
memberikan pendidikan seks pada anak jangan ditunggu sampai anak bertanya
mengenai seks. Sebaiknya pendidikan seks diberikan dengan terencana, sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan anak. Sebaiknya pada saat anak menjelang remaja
dimana proses kematangan baik fisik, maupun mentalnya mulai timbul dan
berkembang kearah kedewasaan.
Beberapa
hal penting dalam memberikan pendidikan seksual, seperti yang diuraikan oleh
Singgih D. Gunarsa (1995) berikut ini, mungkin patut anda perhatikan:
1.
Cara menyampaikannya harus wajar dan
sederhana, jangan terlihat ragu-ragu atau malu.
2.
Isi uraian yang disampaikan harus
obyektif, namun jangan menerangkan yang tidak-tidak, seolah-olah bertujuan agar
anak tidak akan bertanya lagi, boleh mempergunakan contoh atau simbol seperti
misalnya : proses pembuahan pada tumbuh-tumbuhan, sejauh diperhatikan bahwa
uraiannya tetap rasional.
3.
Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya
harus disesuaikan dengan kebutuhan dan dengan tahap perkembangan anak. Terhadap
anak umur 9 atau 10 tahun belum perlu menerangkan secara lengkap mengenai
perilaku atau tindakan dalam hubungan kelamin, karena perkembangan dari seluruh
aspek kepribadiannya memang belum mencapai tahap kematangan untuk dapat
menyerap uraian yang mendalam mengenai masalah tersebut.
4.
Pendidikan seksual harus diberikan
secara pribadi, karena luas sempitnya pengetahuan dengan cepat lambatnya
tahap-tahap perkembangan tidak sama buat setiap anak. Dengan pendekatan pribadi
maka cara dan isi uraian dapat disesuaikan dengan keadaan khusus anak.
5.
Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa
usahakan melaksanakan pendidikan seksual perlu diulang-ulang (repetitif) selain
itu juga perlu untuk mengetahui seberapa jauh sesuatu pengertian baru dapat
diserap oleh anak, juga perlu untuk mengingatkan dan memperkuat (reinforcement)
apa yang telah diketahui agar benar-benar menjadi bagian dari pengetahuannya.
Tugas : Pembelajaran PKn di SD
Dosen : Dirgantara Wicaksono, M.Pd